“Terusir Secara Pelan-Pelan” karya Ardiansyah bercerita tentang imbas limbah industri perusahaan nikel di Dusun Mawang, Desa Papan Loe, Kecamatan Pa’jukukang, Bantaeng, Sulawesi Selatan. Nikel yang dieksploitasi menghasilkan debu-debu berwarna merah dan hitam yang berterbangan dan mencemari lingkungan rumah warga. Setiap hari, warga terpaksa menyapu lantai lima hingga tujuh kali. Pun dengan sumber air dan galon yang harus ditutup rapat agar tak tercemari partikel debu. Hidung terus diusik aroma busuk dan bising produksi nikel yang memekik di telinga.
“Kami yang punya kampung halaman, tapi seakan kami ingin diusir secara pelan-pelan oleh perusahaan dengan dampak yang yang kami rasakan,” ungkap Darma (29), salah seorang warga.
Tak hanya hak atas udara dan air bersih yang terancam, risiko kesehatan pun mulai menghantui Darma. Ia menderita batuk darah yang meski belum ada diagnosis medis atas penyebab penyakitnya. Namun, ia yakin semua itu terjadi sejak beroperasinya perusahaan nikel. Batuk-batuk itu bukan hanya dirasakan Darma, tetapi banyak warga yang merasakannya. Dia juga menyampaikan bahwa kesehatan bayi dan balita sangat mengkhawatirkan, sebab, partikel debu jika masuk ke paru-paru sangat berbahaya bagi kesehatannya.
Sambil menahan sakit, Darma dan warga lainnya masih harus menelan kerugian materil. Rumah mereka retak akibat getaran alat berat dan 37 sumur menjadi kering.
Ardiansyah K, kerap dipanggil Ardi atau Ardian. Lahir dan besar di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Saat ini sedang menempuh studi Ilmu Hukum di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Indonesia.