“Hasil tambak udang dan kepiting itu masih lumayan melimpah lah dulu sekitar tahun 2007,” ujar Alfin Nawawi (19), salah satu warga Kampung Beting.
Namun, itu hanya menjadi kisah lama. Sejak tahun 2008, kejayaan Kampung Beting mulai lenyap digerus abrasi dan kenaikan volume air laut. Kemudian disusul karamnya sebagian wilayah di utara Kampung Beting serta empat kampung lainnya, yakni Kampung Jeruju, Kampung Encle, Kampung Muara Sampan, dan Kampung Muara Pandan yang kini telah menjadi lautan akibat abrasi.
Semula, masyarakat di Kampung Dolar alias Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat itu hanya bisa pasrah. Namun, berkat edukasi dari berbagai komunitas sosial, sejumlah masyarakat mulai aktif melakukan kegiatan konservasi hutan mangrove dan tergabung dalam Kelompok Bahagia Berkarya (Kebaya). Salah satu pemuda anggota Kebaya, Ahmad Maulana Muhidin (22), kerap disapa Diding, mengakui ombak dari laut kini tidak lagi menghantam langsung rumah warga sekitar berkat konservasi mangrove. Hal itu lalu membuat Diding berharap agar terdapat gerakan sosial dari pemuda dan masyarakat untuk bersama-sama melakukan konservasi mangrove.
Di satu sisi, kegiatan tersebut juga membuka alternatif pekerjaan baru bagi warga setempat untuk menjadi petani mangrove dan pekerja produksi olahan mangrove. “Kita anak muda ngejalaninnya, ya, seneng aja jadi petani mangrove. Soalnya kan kerja dapet uang, sambil ngulang masa kecil main di tepi pantai yang sekarang udah kaga ada,” pungkas Diding.
Sulthony Hasanuddin adalah lulusan Program Studi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menggemari fotografi sejak di bangku SMA. Ia memutuskan mendalami bidang fotografi jurnalistik sejak mengikuti Lembaga Pers Mahasiswa Journo Liberta di bangku perkuliahan demi menyalurkan hasrat untuk dapat menceritakan suatu peristiwa maupun kisah melalui visual fotografi.