Puluhan tahun yang lalu, kawasan seluas kurang lebih tujuh hektare di Kelurahan Fitu, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, Maluku Utara, dipenuhi tanaman merambat yang tumbuh liar. Sejak 1970, masyarakat atau petani setempat memanfaatkan lahan tersebut sebagai sumber penghidupan dengan mengelola lahan liar tersebut menjadi lahan untuk menanam kangkung dan pandan hingga saat ini. Masyarakat Maluku Utara menyebut kangkung dengan kangkong, sedangkan pandan disebut pondak.

Aba Talib (70) dan Nurnaningsi (60) adalah warga Kelurahan Fitu. Mereka berprofesi sebagai petani sejak lahan liar tersebut dibersihkan dan dialihfungsikan menjadi lahan kangkung. Seperti aktivitas para petani lainnya di Kelurahan Fitu, setiap pagi mereka menuju kebun lahan gambut berlumpur yang dikelilingi kawasan permukiman. Bermodalkan pisau, karung, dan saloi (ransel), sebagian dari mereka memotong kangkung, memupuk, dan mengikatnya. Ada pula yang membersihkan rerumputan.  Pandan pun dikerjakan dengan cara yang sama.

Selama puluhan tahun, mereka berdua tak pernah alpa menjalani aktivitas bertani. Aba Talib, Nurnaningsi, dan petani-petani kangkung lainnya, mengelola lahan tersebut sambil memupuk mimpi, kelak ‘permadani hijau’ yang mereka kelola dapat terus menyambung hidup mereka, anak cucu hingga masa yang akan datang.

“Lahan ini sudah dari dulu kami kasih bersih, lalu tanam kangkung dan pandan. Dulu di sini masih berhutan, pohon-pohon besar kami yang bersihkan samua. Anak-anak kami sekolah sampai menjadi sarjana berkat lahan yang kami kelola ini,” ucap Nurnaningsi.

Mereka terus bertani sampai satu hari lahan hijau sebagai sumber penghidupan mereka, kini diambang penggusuran. Pasalnya, mereka tidak mengetahui bahwa lahan tersebut telah dijual dan berpindah tangan tanpa kepemilikan yang jelas.

Tak pelak, penggusuran mulai menghantui kehidupan para petani Fitu. secara perlahan, sejak Febuari 2022, lahan kangkong dan pandan mulai diratakan dengan tanah. Semakin membentang timbunan tanah, semakin menjerit pula para petani Fitu menyaksikan tanaman kangkung dan pandan yang masih tersisa. Ada yang menatap dengan pasrah, ada yang menangis memikirkan mimpi yang perlahan hilang, ada pula yang menangis saat mengetahui beberapa rumah mereka juga akan digusur.

Kini, lahan tersebut secara perlahan mulai rata oleh tanah dan bebatuan besar. Nasib Petani Fitu, Kota Ternate, Maluku Utara, secara perlahan mulai kehilangan mata pencaharian mereka.

Fadli Usman, 22 tahun, lahir di Tidore, Maluku Utara. Keluarga dan orang-orang di kampungnya memanggilnya “Ipin”. Saat ini, ia menempuh pendidikan di Universitas Negeri Khairun, jurusan Antropologi Sosial. Dalam dunia kampus, ia aktif di salah satu UKM kampus, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Mantra (LPM Mantra Unkhair). Selain bergerak dalam dunia jurnalistik, sejak kecil ia juga tertarik dengan fotografi.