22 tahun sudah Damaris Yoku berjualan pinang. Peluhnya mampu membuatku bersekolah. Tak hanya itu, ia pun sanggup menjadi Nenek sekaligus Bapak dan Mama bagiku.

Saat senja datang pada pukul 17.00 WIB, Nenek telah bersiap berjualan pinang di mata Jalan Sosial, Sentani, Jayapura. Pilihan berjualan pinang ditempuhnya karena Kakek yang jatuh sakit pada tahun 2000. Sejak itu, peran pencari nafkah diemban Nenek.

Sebenarnya, nenek seorang guru. Namun, ia memilih berhenti karena mengikuti permintaan kakek untuk menjaga Om dan Mama. Namun, kini mereka semua telah meninggal, menyisakan aku dan Nenek.

Pinang adalah salah satu komoditas yang paling banyak dijual di Papua. Pinang dijadikan kudapan favorit di piring makan orang Papua. Permintaan pinang yang tinggi membuat banyak pedagang menjual pinang. Tak hanya orang Papua, pendatang pun juga menjajakan pinang-pinang segar. Setumpuk pinang berjumlah 5—10 buah dibanderol Rp10.000. Banyaknya pinang tergantung dengan sedikit-banyaknya jumlah pinang per tumpuk. Pinang sudah dilengkapi pula dengan sirih dan kapur.

Setiap rupiah yang diperoleh Nenek dari petang hingga tengah malam, dikumpulkannya untuk membiayai uang SPP sekolahku. 15 tahun sudah biaya sekolahku ia lunasi dengan peluhnya. Beruntung, kini aku bisa melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah dengan beasiswa. Ongkos dan biaya makan saja yang aku upayakan cukup agar bisa menunjang akomodasiku setiap ke kampus.

Aku tak akan lupa pesan nenek. Bak setumpuk pinang yang disusun nenek, seperti itu pula tumpukan mimpi yang ia susun rapi demiku. “Sa mau ko sekolah baik, pakai pakaian baik, supaya orang bisa lihat ko. Sa tidak papa pakai pakaian lama dan jelek, sa orangtua jadi ko itu yang harus pakai pakaian yang baik.”

Yokbeth Felle atau biasa dipanggil Yoke, lahir dan besar di Sentani, Kabupaten Jayapura. Ia sedang menempuh studi di Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Cendrawasih. Saat ini bekerja di Make West Papua Safe dan menulis untuk laolao-papua.com, salah satu media kolektif yang dibangun oleh aktivis-aktivis di Papua untuk menyebarkan gagasan, dan ideologi yang berkaitan dengan perjuangan di Papua.