Hujan batu di negeri sendiri, hujan emas di negeri orang. Peribahasa ini seperti magnet yang menarik orang untuk mengadu nasib di tanah orang.
“Hujan Batu, Hujan Sorgum” karya Yose Batona berkisah tentang sorgum di Desa Likotuden, Nusa Tenggara Timur. Desa yang dapat ditempuh satu jam dari Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur ini memiliki lahan semi kering dengan cuaca kemarau yang panjang. Akibatnya, lahan menjadi kering, petani sulit menggarap lahan, ekonomi pun paceklik. Lahan tandus itu membuat pemuda-pemudi terpaksa beranjak dari desa untuk mengais rezeki ke luar daerah.
Tak hanya kekeringan, problem kemiskinan juga mendera NTT. Seturut data BPS pada Maret 2022, NTT menempati posisi ketiga sebagai provinsi termiskin di Indonesia.
Tak ayal, pepatah “Hujan batu di negeri sendiri, hujan emas di negeri orang” terasa benar adanya di Desa Likotuden. Namun, di tengah persoalan itu, sorgum datang sebagai solusi. Tak seperti padi yang memerlukan banyak air, sorgum relatif mampu tumbuh subur di lahan kering. Sejak 2014, para warga di Desa Likotuden kembali menanam sogum. Desa ini berjarak satu jam dari kota Larantuka, Kab. Flores Timur.
Sorgum merupakan pangan lokal warisan leluhur. Namun, karena regulasi pemerintah yang lebih memprioritaskan padi, sorgum pun terasing di tanah sendiri. Padahal, tidak semua daerah di nusantara cocok ditanami padi.
Sebelum ada sorgum, para warga Likotuden nyaris melupakan ladang, karena padi dan jagung yang ditanam selalu gagal panen. Akibatnya, ada pula warga yang pergi merantau karena kendala ini.
Kini, berkat sorgum, para warga pun dapat berdaya di kampung sendiri. Sorgum telah membuka banyak lapangan kerja baru. Selain memiliki dampak ekonomi, sorgum juga memiliki segudang manfaat bagi kesehatan. Salah satu warga yang telah membuktikannya adalah Jefri Curman. Ia lekas kembali dari rantau di Malaysia dan pulang ke kampung untuk menjadi petani sorgum.
“Sorgum lebih memberi hasil dibanding kerja di tanah rantau dulu” ujar Jefri. Selain bertani sorgum, ia juga bekerja di sebuah LSM milik Keuskupan Larantuka, yang berfokus pada pertanian sorgum.
Dengan demikian, hujan batu di tanah sendiri dapat berganti menjadi hujan sorgum yang melimpah dari tahun ke tahun.
Yose Batona seorang penulis lepas kelahiran Kupang yang kini berdomisili di Larantuka, Flores Timur. Kumpulan karya tulis dari alumni IFTK Ledalero ini dapat dilihat pada www.yosebataona.com.